Saat kita belajar bahasa tententu, kita dimudahkan dengan adanya aturan tata bahasa yang sudah disusun rapi. Banyak bahasa yang sudah memiliki dokumentasi tentang bagaimana cara membentuk suatu ekspresi untuk mengungkapkan suatu makna. Tentunya dokumentasi tersebut tidak langsung ada, ada yang menulisnya (para linguist). Nah, sebelum ditulis, dulu ada satu masa di mana belum ada dokumentasi susunan tata bahasa.

Mendokumentasikan tata bahasa (atau lebih umum: bahasa) inilah yang dilakukan linguist, kalau hari ini misalnya adalah mendokumentasikan bahasa di suku pedalaman, dan semacamnya (tujuannya macem-macem, melestarikan intelektual sampe untuk AI).

Jadi sebenarnya, selama ekspresi (baik ucapan atau tulisan) seseorang dapat dipahami oleh orang lain dengan baik, maka itu sudah mencukupi. Artinya tidak harus 100% akurat dengan aturan bahasa yang telah didokumentasikan. Kemudian setelah aturan bahasa dideskripsikan, di sinilah kita temui dua cara pandang tentang aturan tata bahasa, 1) yang harus mengikuti apa yang sudah dideskripsikan oleh linguist disebut preskriptif 2) yang percaya bahwa bahasa itu selalu berkembang dan tidak harus mengikuti apa yang dideskripsikan oleh linguist, yaitu diskriptif.

Seorang preskriptif akan mengatakan “He lol me” adalah sesuatu yang salah, karena lol bukan verb, “It’s me” juga salah, harusnya “It’s I”. Padahal sehari-hari kita pakai itu, tapi salah. Di lain sisi, kalau mengikuti pandangan diskriptif, belajar bahasa (untuk sarana komunikasi dsb) akan menjadi susah sekali karena setiap orang punya aturan bahasa sendiri, yang kadang tidak dimengerti oleh orang lain. Maka lebih baik ada standar yang berlaku, maka muncul lah bahasa standar, misal Standard English, atau EYD, dan sebagainya.

Perdebatan mengenai madzhab prescriptivism dan descriptivism dalam studi bahasa ini sudah lama. Prescriptivism sendiri merupakan sebuah wujud dari keinginan orang-orang di Inggris pada abad 18 untuk membuat baku dan memperbaiki bahasa Inggris. Ada artikel menarik berjudul The Rise of Prescriptivism in English Dr.Shaadyah, bisa di baca di  sini. Dijelaskan mulai dari kondisi politik, agama, printing, panjang lebar tentang awal mula munculnya preskriptivism.

Sederhananya, preskriptif dan deskriptif ini merupakan hasil ijtihadnya para linguist gitu lah. Madzhab deskriptif merupakan opini, preskriptif juga opini. Lalu bagaimana sikap kita?

Sikap yang lebih tepat adalah madzhab pertengahan. Pertama, harus kita akui bahwa preskriptif itu penting. “I am learning English”  bermakna jelas. “English learning I am” tidak jelas. Jadi tetap ada aturan yang memang harus dipenuhi agar suatu ungkapan dapat dipahami. Tapi, mengikuti madzhab desktiptif dengan dosis sehat juga diperlukan, khususnya di situasi informal. Tapi khusus untuk keperluan formal, (misal akademik, hukum, urusan kenegaraan), mengikuti preskriptif adalah yang diperlukan.

Bahasa Arab (fushah, bahasa al-quran dan hadits) juga merupakan bahasa yang dipresktiptifkan. Ada banyak dialek Arab modern hari ini, tapi tetap dibutuhkan bahasa yang standar untuk memahami al-quran dan hadits, memahami kitab-kitab penjelasan al-quran dan hadits, kitab para ahli ilmu. Karena kalau kita pake madzhab deskriptif untuk memahami quran dan hadits, hasilnya bisa rusak karena penyelewengan makna.